Jemparingan mungkin merupakan kata asing di telinga beberapa orang. Jemparingan ini sama halnya dengan olahraga memanah. Pada mulanya olahraga ini hanya dapat dilakukan oleh kalangan keluarga Kerajaan Mataram dan dijadikan sebagai perlombaan di kalangan prajurit. Perbedaan olahraga jemparingan dan olahraga memanah terletak pada posisi membidik yang mana jemparingan dilakukan dengan duduk bersila dan bersimpuh untuk perempuan sedangkan olahraga memanah dilakukan secara berdiri. Dalam olahraga jemparingan ada istilah khusus yaitu jemparing artinya anak panah, gendewa artinya busur, dan wong-wongan atau bandulan yaitu sasaran tegak berdiameter 3 cm dan panjang 30 cm.
Keunikan lain dari olahraga jemparingan ini adalah pada proses membidik tidak dengan mata, melainkan menggunakan unsur perasaan dengan memposisikan busur dihadapan perut. Sesuai dengan filosofi jemparingan yakni pamenthanging gandewa pamanthenging cipta yang artinya konsentrasi pada sasaran yang dibidik. Target membidik adalah bandulan, semakin bidikan mengarah pada molo atau kepala maka skor yang diperoleh semakin tinggi. Jemparingan ini sebenarnya bukan hanya sekedar olahraga, namun melalui kegiatan ini kita bisa belajar bagaimana cara kita untuk fokus dan konsetrasi terhadap tujuan kita. Dalam rangka melestarikan olahraga jemparingan, sejumlah komunitas seperti Semut Ireng Pop Archery Sriwedari (SIPAS) Solo kerap melaksanakan kegiatan latihan jemparingan bersama di hari Sabtu Legi dan rutin menggelar agenda tahunan bertajuk Solo Open Archery Competition. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai upaya pelestarian olahraga jemparingan sebagai dasar olahraga memanah modern yang berkembang saat ini.
Komentar Terbaru