Sharing is caring!

Serabi Solo menjadi salah satu ikon kuliner tradisional di Solo sekaligus makanan favorit warga Solo dan juga para wisatawan. Meskipun kuno, serabi Solo menjadi budaya kuliner yang populer hingga sekarang. Meskipun di beberapa daerah juga memiliki serabi, namun serabi Solo memiliki ciri khas tersendiri. Kebanyakan daerah menyebut kuliner satu ini dengan nama surabi atau srabi yang disebut mirip makanan dari negara barat, waffle atau pancake. Makanan berbentuk bulat ini memiliki bahan dasar yang sederhana, yakni garam, gula, santan, tepung beras, dan daun pandan sebagai pewanginya.

Ciri khas serabi Solo terdapat pada proses pembuatannya yang unik. Adonan serabi Solo dicampurkan dan dimasak secara tradisional menggunakan tungku yang terbuat dari bahan tanah liat. Bahan bakarnya menggunakan arang kayu yang sudah membara. Kemudian adonan dituang ke dalam wajan tanah liat dan ditutup selama kurang lebih 3 menit hingga adonan mengembang dan matang. Tekstur serabi Solo yang sudah matang adalah garing di bagian luar dengan sedikit rasa hangus terbakar. Bagian tengahnya kenyal dengan rasa manis dan gurih santan.

Secara tradisional, serabi Solo disajikan secara polos dan tidak menggunakan tambahan apapun seperti gula merah sebagai kuahnya. Namu seiring perkembangan, beberapa penjual serabi Solo menambahkan potongan pisang, nangka, jagung, bahkan topping yang lebih modern seperti keju dan cokelat sebagai hiasan. Bahkan ada pula yang menambahkan irisan sosis, telur, dan oncom serta memberi pewarna sehingga lebih menarik mata.

Ada beberapa lokasi di Solo yang terkenal sebagai tempat menjual serabi yang legendaris dengan harga yang terjangkau dan kualitas terbaik. Salah satunya ada di sepanjang jalan Slamet Riyadi, seperti Serabi Noto Dewe dan Serabi Notosuman. Ciri khas outlet penjual serabi Solo yakni ada beberapa deretan wajan kecil yang menjadi tempat memasak adonan serabi di depannya.