Sharing is caring!

Salah satu representasi budaya dan adat istiadat di Solo adalah lewat kulinernya. Berbagai macam makanan khas yang menggugah selera tersedia di Kota Bengawan ini. Memiliki ciri khas masakan yang lebih dominan di rasa gurih-manis, kuliner Solo selalu memiliki tempat bagi penikmatnya baik dari Indonesia maupun Mancanegara.

Tak banyak yang tahu, beberapa makanan khas Solo hadir dari akulturasi budaya. Sejak era kolonialisme, masyarakat Solo pada saat itu mencoba memadu-padankan bahan-bahan yang bisa didapatkan dengan mudah di daerah sekitar dengan budaya asli Nusantara maupun budaya asing seperti Eropa, Arab, maupun India. Berikut ini beberapa ragam kuliner khas Solo yang memiliki akulturasi budaya di dalamnya:

1. Nasi Liwet
Nasi liwet adalah nasi gurih yang dimasak dengan campuran kelapa. Jika di daerah Jakarta, nasi liwet mirip seperti nasi uduk. Biasanya nasi liwet disajikan dengan opor ayam yang disuwir, sayur labu siam, dan areh. Sebagai pelengkap, nasi liwet cocok dipadukan dengan sambal dan kerupuk kulit sapi. Penyajiannya pun cukup unik, yakni menggunakan daun pisang atau pincuk sebagai tempat makannya.

2. Tengkleng Kambing
Jika masyarakat di luar Kota Solo mengenal makanan bernama gulai, maka masyarakat Kota Solo lebih akrab dengan tengkleng kambing. Kedua jenis makanan ini memiliki perbedaan pada kuahnya. Gulai biasanya berkuah kental, sementara tengkleng kuahnya lebih encer. Bahan utama dari tengkleng kambing adalah kepala, kaki, dan tulang kambing. Sebagai variasi, tengkleng juga bisa disajikan dengan jeroan kambing sebagai bahan
tambahan selain tulang. Tengkleng memiliki kisah yang panjang melalui hubungan antara masyarakat Solo dengan
orang-orang Belanda di era kolonial. Pada masa itu, daging kambing harganya sangat mahal dan hanya diperuntukkan kepada orang-orang Belanda, para priyayi, dan pejabat pemerintahan. Sementara, tulang dari daging tersebut dibuang. Masyarakat yang tidak termasuk ke dalam golongan tersebut mencoba tetap menikmati olahan kambing dari sisa-sisa tulang yang ada. Biasanya, di tulang-tulang itu masih terdapat sedikit daging yang
menempel.

3. Bestik Solo
Mungkin kata bestik secara sekilas mirip dengan penyebutan steak, atau makanan khas Eropa berupa daging sapi yang dipanggang, kemudian disajikan bersama kentang dan sayuran potong. Nah, bestik solo ini dapat dikatakan merupakan akulturasi dari steak asal Eropa tadi. Bahan utama dari bestik solo adalah daging atau lidah sapi kemudian disajikan bersama potongan tomat, kentang, wortel, bawang bombay, selada, dan disiram dengan kuah manis berwarna cokelat. Perpaduan kuah dengan daging sapi tersebut menciptakan rasa yang gurih dan segar.

4. Sate Buntel
Makanan khas Solo satu ini memiliki keunikan dari cara pembuatannya. Daging kambing yang dicincang halus kemudian diberikan bumbu bawang dan lada, lalu dibuntel dengan lemak kambing. Untuk itulah, makanan ini disebut sebagai sate buntel. Sate buntel disajikan dengan kecap, irisan cabe rawit, kol, tomat, dan irisan bawang merah. Konon, sate buntel ini mendapatkan pengaruh dari kebudayaan Arab dan Gujarat, India yang bisa mengolah kebab. Namun, ada juga kisah yang menceritakan bahwa sate buntel ini merupakan inovasi seorang pedagang sate keturunan Tionghoa bernama Lim Hwa Youe. Saat itu, Lim mencoba mengolah sate kambing agar tidak keras dan memiliki tekstur yang lembut.

5. Timlo Solo
Timlo Solo merupakan sajian yang berisi daging ayam, ati ampela ayam, sosis goreng khas Solo, serta telur pindang khas kedai timlo. Nah, sosis goreng khas Solo ini juga berbeda dengan sosis kebanyakan di mana sosisnya terbuat dari kulit lumpia atau risoles yang dilipat mirip dengan martabak serta digoreng. Dalam satu lipatan sosis solo berisi daging ayam bagian dada yang disuwir. Setelah itu, gorengan sosis dihidangkan dalam potongan kecil.
Sosis inilah yang membedakan makanan solo dengan jenis makanan berkuah lainnya seperti soto serta sup