Sharing is caring!

Museum Radya Pustaka merupakan museum tertua di Indonesia yang dibangun oleh Sunan Pakubuwono X pada 28 Oktober 1890. Pada tahun 1913 Museum Radya Pustaka dipindahkan oleh Pakubuwono X dari Dalem Kepatihan ke lokasi sekarang yang terletak di jalan Slamet Riyadi no 275, kelurah Sriwedari, kecamatan Laweyan. Secara etimologis, nama ‘’Radya’’ berarti negara/kerajaan dan ‘’Pustaka’’ berarti perpustakaan, dengan begitu nama Radya Pustaka memiliki arti perpustakaan negara. Nama Radya Pustaka sesuai dengan fungsinya yang dulu merupakan perpustakaan dan pusat arsip dari Kerajaan Kasunanan.

Museum Radya Pustaka memiliki koleksi naskah kuno,arsip kasunanan, arca, keramik kuno, beragam jenis wayang, alat tenun tradisional dan gamelan jawa. Koleksi naskah kuno museum Radya Pustaka mayoritas berasal dari sastrawan Kasunanan pada zaman pra-kolonial. Pengunjung juga dapat melihat koleksi wayang nusantara dan internasional di museum ini, wayang nusantara terdiri dari wayang Purwa, wayang Gadog, wayang Madya, wayang Klithik, wayang Sukat dan wayang Beber. Sedangkan wayang Internasional yang dapat ditemui di Museum Radya Pustaka adalah wayang nang dari Thailand.

Gaya bangunan museum Radya Pustaka juga memiliki keunikan, yakni campuran antara gaya arsitektur Indische dan arsitektur Jawa. Ciri khas gaya arsitektur Indische dapat kita lihat pada bentuk bangunan (Loji Kadipolo) yang menggunakan kolom doric (melingkar), gewel (gable), warna cerah pada tampilan bangunan, serta ventilasi-ventilasi yang lebar pada dinding. Sedangkan ciri khas gaya arsitektur Jawa terlihat pada penggunaan atap limasan, ornamen langgam pada dinding dan kolom bangunan serta penggunaan material lokal dan ornamen yang mencitrakan keanggunan dan kesederhanaan budaya jawa pada setiap ruangnya (Mubarok, 2011:95).